Selamat Datang di Situs Wajit Subang. Ayo Bersilaturahmi Dekatkan Rezeki!

Selasa, 12 Agustus 2008

Munday, Sehari di Cimonte

Apa yang terbayang pada musim kemarau di Subang?

Kalau sulit membayangkan, barangkali pilihan berikut dapat membantu. Kira-kira clue-nya seperti ini: kering kerontang, sulit air, deru debu, kabut asap, panas terik, kebakaran hutan, ... atau gagal panen. Bagaimana... sudah mulai terbayang? Atau pilihan tersebut tidak cukup membantu? Coba bandingkan dengan pilihan ini: langlayangan, kolecer, keripik gadung, ... atau munday!

Ha.. ha.. saya harap deretan opsi pertama bukanlah pilihan anda. Karena memang tidak desain untuk menggambarkan keadaan Subang di musim kemarau. Kalau saya lebih cenderung pilih aliran al-asyik aja. Artinya ingin membayangkan Subang pada bagian yang asyik-asyik aja. Karenanya opsi terakhir lebih mewakili kondisi Subang di musim kemarau daripada pilihan pertama. Kalau belum yakin boleh aja dicek, seperti apa musim kemarau sekarang ini!

Langlayangan, pasti semua tahu makhluk apa gerangan. Permainan ini dimainkan tidak hanya oleh anak-anak, melainkan diterbangkan pula oleh orang dewasa. Bagian yang paling menarik adalah episode adu layangan. Yaitu duel di udara antara satu atau lebih langlayangan, biasanya terdiri dari kombinasi akrobatik neureus, nyereng, ulur, tarik, ... dan banyak lagi gerakan tingkat lanjut. Semakin banyak gerakan yang dimainkan, menunjukkan si pengendali langlayangan adalah pilot yang mahir.

Target adu layangan tak lain adalah putusnya benang atau kenur dari layangan lawan. Oleh karenanya langlayangan dipersenjatai dengan benang gelasan. Yaitu benang yang telah ditempeli pecahan gelas yang telah ditumbuk halus dan dicampur bubur lem. Bubur lem tadi dioleskan pada sepanjang tali benang, lalu dibiarkan hingga kering. Setelah kering benang mampu memotong kenur atau benang langlayangan lawan dalam duel tadi.

Benang gelasan yang sudah jadi umumnya dijual di warung atau toko kelontong di Subang. Tetapi jika mau kreatif, bisa dibuat sendiri dengan hasil sedikit kasar, tergantung sentuhannya. Ketajaman gelasan yang baik mampu menggores telapak tangan, sehingga pemakaian kaos tangan pada saat adu layangan dapat mengurangi resiko itu.

Hal yang menarik dari episode adu layangan adalah munculnya fanatisme kampung. Sebut saja jika dua layangan bertemu dari Blok Manis dan Blok Kliwon atau dari Blok Pahing dengan Blok Puhun dan seterusnya. Permainan menjadi tambah seru, karena melibatkan supporter dari kedua belah pihak. Agar layangan bisa menjangkau lintas kampung, benang yang terentang bisa ratusan hingga ribuan meter. Duel layangan berakhir tatkala salah satu atau kedua layangan putus.

Saat itulah, acara mengejar layangan putus dimulai. Merupakan akhir cerita adu layangan, yang semarak dengan kejar-kejaran, adu kecepatan dan keberanian. Bahkan hingga manjat pohon pun dilakoni untuk menggapai layangan yang tersangkut diranting pohon.

Hampir sama dengan langlayangan, kolecer juga disukai oleh anak-anak dan orang dewasa. Kolecer yang dimiliki oleh orang dewasa, biasanya lebih besar. Semakin besar ukuran kolecer, diharapkan semakin besar pula suara yang dihasilkan. Ngajelegur adalah efek suara yang dinanti dari sebuah kolecer idaman. Biasanya ditandai dengan kembalinya posisi tiang bambu dari posisi tegak sebagai antiklimaks dari tiupan angin. Tetapi ternyata tidak semua kolecer mampu meraih oktaf ngajelegur tadi. Sebagian kolecer hanya mampu ngereng, atau malah cuma sekedar berputar kencang.

Tidak kalah dengan layangan, kolecer pun mengundang fanatisme. Setiap kampung punya tempat tersendiri untuk menancapkan kolecernya. Pasiran Manggu biasanya tempat favorit bagi warga Bulak Caringin, Pasiran Simpur bagi warga Paleben, Pasiran Dogdog bagi warga Jati dan Tarikolot, Pasiran Wuni bagi warga Sukasari dan Doyong. Kontes ngajelegur adalah bagian dari persaingan dan fanatisme tadi. Bahkan telah memunculkan tokoh tersendiri, diantaranya Pak Jumhur dari Paleben, Pak Eddi Wirya dari Bulak Caringin, Pak Eho dari Jati, dan lainnya. Semuanya adalah "the expert" yang mewakili kampung masing-masing.

Dikalangan anak-anak beredar cerita, bahwa permainan kolecer ini konon membuat heran tentara Jepang semasa penjajahan di Indonesia. Sampai-sampai tentara Jepang membongkar tanah disekitar tiang kolecer untuk mencari tahu dimana letak mesin yang membuat kolecer berputar dan menghasilkan suara. Apa betul ya?

(Bersambung...)

Tidak ada komentar: