Masih ingat dengan rumus di atas?
Ya, benar... p yaitu tekanan, adalah satuan fisika untuk menyatakan gaya (F) per satuan luas (A). Rumus ini menjelaskan bahwa semakin tinggi tekanan di dalam suatu tempat dengan isi yang sama, maka suhu akan semakin tinggi. Atau semakin kecil luas permukaan, dengan gaya yang sama akan didapatkan tekanan yang lebih tinggi.
Rumus tersebut hanyalah salah satu yang masih tersisa di memori saya, sebagian besar yang dipelajari dalam ilmu fisika malah justru sudah banyak yang terlupa daripada teringat. Kapasitas RAM (Random Access Memory) yang mepet adalah sebabnya... atau bisa juga karena RAM telah terisi oleh task-task baru... tentu saja yang dominan adalah... rutinitas.. tas.. tas!
Dosen saya sewaktu di Streefood Project bilang, bahwa rumus tersebut adalah rumus Stress Management. Maksud saya adalah rumus tadi bukan sekedar rumus fisika melainkan juga sebagai rumus psikologi. Kira-kira seperti ini: jika p adalah tekanan hidup (stress) dan F adalah sejuta hal yang membuat anda terpojok, maka A adalah luas bidang tekan dalam hal ini katakanlah rasa syukur anda. Artinya yaitu tekanan hidup yang anda rasakan adalah berbanding lurus dengan sejuta hal yang membuat anda pusing tujuh keliling, dan berbanding terbalik dengan rasa syukur yang anda miliki. Semakin berlapang dada, maka semakin kecil tekanan yang menghimpit, meskipun berjuta hal memusingkan telah membuat anda limbung. Sebaliknya semakin berkecil hati, semakin besar tingkat stress yang anda alami.
Disaat krisis melanda seperti sekarang ini, potensi nilai p untuk meningkat tajam sangat tinggi. Akan tetapi Allah Swt. rupanya sangat adil, kita telah dibekali firewall canggih untuk menangkalnya. Tak lain adalah akal dan hati. Akal secara umum adalah instrumen untuk mengetahui dan memahami fenomena, sedangkan hati adalah instrumen untuk meyakini fenomena. Adapun hasil akhir dari kedua instrumen tersebut masing-masing adalah ilmu dan iman.
Bagi seorang muslim, tentu saja telah dianjurkan untuk mengoptimalkan fungsi keduanya. Sehingga diharapkan kejadian-kejadian seperti disorientasi, split personality, frustasi, depresi, bahkan sampai bunuh diri tidak pernah terlintas atau mampir dalam benak kita. Ilmu dan iman selalu mengawal kita dalam trek yang benar. Mungkin tidak seluruhnya jejak kita dalam trek illahi, namun ada saatnya kembali. Upaya memaknai hidup dengan lebih baik, kurang lebih sebagai upaya kita untuk tetap berada dalam trek tadi atau dalam bahasa lain adalah selalu dalam fitrah.
Dari buku yang pernah saya baca, sekurang-kurangnya ada tiga hal untuk memaknai hidup :
- Meyakini nilai-nilai yang dianggap benar (spiritual), seperti sholat, puasa, zakat, berhaji, dan seterusnya.
- Menghargai nilai-nilai berkarya dan berusaha, seberapa pun kecilnya usaha kita ada reward-nya dimata Allah Swt.
- Menghargai nilai-nilai sosial (habluminannas), kepedulian terhadap sekitar membuat kita merasa berarti bagi yang lain.
Saya merasa tak berarti, tak bahagia, ... dan hal lain turunannya...? Jauh-jauh deh... !
Zorro pun yang alone ranger... ngga merasa loneliness ya!