Sesungguhnya, Subang dapat keluar dari isolasi komunikasi dimulai pada saat PT. Telkom masuk dengan jaringan fixed line-nya sekitar tahun 2000-an. Namun sayang pertumbuhan jumlah pelanggannya mengalami stagnasi atawa segitu-gitu aja dan yang itu-itu aja, mulai dari awal masuk hingga sekarang! Selain terbatas hanya melayani pusat Desa Subang, tampaknya upaya menambah jumlah pelanggan pun sangat minimal. Terbukti di halaman putih residensial yang di-update tiap tahun dan dikirim secara gratis kepada pelanggan, muka-muka lama saja yang dapat ditemui. Kalau coba dihitung komunitas penggunanya diperkirakan tidak akan lebih dari 50 nomor pelanggan. Adapun profil pelanggannya terdiri dari instansi pemerintah, perbankan, kantor pos, usaha swasta, wartel, dan sisanya pelanggan personal.
Telusur punya telusur, stagnasi jumlah pelanggan Telkom di Subang diperkirakan dipengaruhi oleh beberapa hal:
- Upaya ekspansi Telkom melalui channel pemasaran kurang maksimal,
- Subang diperkirakan belum masuk ke dalam wilayah penyumbang profit bagi Telkom,
- Daya beli dan urgensi masyarakat untuk berkomunikasi via telepon belum tumbuh,
- Ketidakterjangkauan dalam biaya instalasi dan minimnya petugas instalasi,
- Infrastruktur jaringan Telkom belum mapan, karena tingkat offline jaringan relatif masih tinggi disebabkan oleh kerusakan hardware pada tower penghubung,
- Pada saat fixed line belum mapan di Subang, sudah disusul dengan booming mobile phone.
Permasalahan yang perlu mendapat perhatian saat ini adalah tingkat offline jaringan yang relatif masih tinggi. Prosentase offline-nya jika dirata-ratakan bisa mencapai 50% per tahun, artinya hanya enam bulan dalam setahun saja telepon di rumah atau kantor pelanggan ada nada tone-nya dan dapat dipergunakan untuk berkomunikasi. Maaf, selebihnya telepon berdebu dan menghiasi ruang tamu rumah pelanggan di Subang. Tingkat kepastian bisa dihubungi dan menghubungi adalah urat nadi bisnis telekomunikasi, sehingga dari beberapa unit wartel yang ada sejak Telkom masuk harus berujung sekarat.
Sejauh ini Telkom belum memberi perhatian terhadap masalah ini, terlebih lagi pelanggan tetap dibebankan biaya abodemen rata-rata sebesar Rp.32.000,- per bulan meski pesawat telepon offline penuh di bulan tersebut. Tentu saja itu bukan kesalahan pelanggan, sehingga kompensasi yang terbaik adalah membebaskan pelanggan dari biaya abodemen bulanan pada saat pesawat offline penuh selama sebulan. Adapun bila offline terjadi dalam beberapa hari di bulan itu, maka abodemen dapat dikenakan secara proporsional kepada pelanggan. Akan tetapi inti permasalahannya sebenarnya bukan pada kompensasi itu, melainkan adanya itikad dan upaya transparansi dan akuntabilitas Telkom dalam melayani pelanggannya.
Dengan masuknya Flexi sebagai incumbent di Subang, semoga tidak mengalihkan fokus Telkom terhadap pelayanan pelanggan fixed line yang sudah "berkorban" selama ini. Keberadaan operator seluler lainnya justru akan saling melengkapi dan mendukung demi kemajuan bersama. Selamat kepada Flexi!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar