Kesenjangan desa kota bukan lagi cerita, tetapi fakta. Berapapun upaya dan dana dibelanjakan di desa, lagi-lagi berakhir di kota. Perputaran dana di desa selalu berujung dengan saldo minimum. Anda mungkin pernah membuktikannya bukan? Pada masa kecil saya pernah mengikuti perkemahan ABRI Masuk Desa Manunggal IX di Subang, adalah sebuah upaya untuk "menghidupkan desa". Atau padat karya, atau program pembangunan lainnya yang bercorak negeri atau pun swadaya, yang bersifat top down atau sebaliknya, sering berakhir dengan sad ending. Rasanya bukan tanpa hasil, tapi lebih tepat side effect-nya lebih banyak daripada main effect-nya. Kok, jadi pesimistis dan fatalis begini ya!
Sepertinya harus back to campus agar bisa memahami secara utuh, belajar banyak lagi tentang sosiologi pedesaan, dasar-dasar penyuluhan, komunikasi massa, teori perbandingan desa-kota, dll. Wah, kapan bisa bangun desanya...?
Eitt tunggu dulu, ternyata ada cara yang lebih instan. Tapi bicara metoda selalu bersiap dengan plus dan minus yah... nothing perfect in the world. Permah mendengar RRA - Rapid Rural Appraisal?. Kira-kira merupakan cara untuk mengukur potensi dan kelemahan suatu desa dengan cepat. Seperti neraca, apa yang lebih di lajur kiri dan apa yang kurang di lajur kanan. Terlalu berat nih temanya!
Bicara potensi, berikut Potensi Demografi Kecamatan Subang (Data Tahun 1999, sumber:http://speedtest.multidata.net.id/kuningan/jumlahpddk.html):
- Luas wilayah : 80,37 km2
- Jumlah keluarga : 7225 kk
- Jumlah penduduk : 27.604 jiwa,
- Penduduk Laki-laki : 13.470 jiwa
- Penduduk Perempuan : 14.134 jiwa
- Rata-rata per keluarga : 3,82 jiwa
- Rata-rata per km2 : 343,46 jiwa
- Sex ratio : 95,3
Tidak ada komentar:
Posting Komentar