Hmm... sudah cukup lama absen curhat di Wajit Subang! Rutinitas mencari "penghidupan" telah menyita hampir sebagian besar waktu yang disediakan oleh-Nya. Lagi-lagi rutinitaslah yang terpojok... Mari sedikit berhitung dengan waktu!
Jika keseharian kita dimulai saat bangun tidur pkl. 5.00 pagi dan berakhir saat rebah diperaduan pkl. 22.00, berarti kita telah menggunakan waktu 17 jam dari 24 jam yang tersedia. Artinya 70% usage time untuk beraktivitas. Bila diurai lebih jauh, waktu yang terpakai hampir semuanya berkaitan dengan upaya mempertemukan takdir rejeki kita. Mulai dari mempersiapakan pakaian "dinas", menunggu kendaraan yang selalu penuh di tepi jalan, terjebak kemacetan akibat antrian dijalan berlubang, termangu di angkutan kota yang ngetem berbilang menit, menunggu jadwal kereta komuter yang delay tanpa konfirmasi, hingga melempar kembali baju "dinas" kotor kita ke dalam keranjang. Siklus yang repeat order!
Andai semuanya bermotif "rejeki", bisa dipastikan tidak ada waktu tersisa sekedar untuk urusan menatap "diri" di cermin, memotong kuku yang kian panjang, atau mencukur jambang dan kumis yang menebal sekalipun. Itu adalah beberapa hal yang jasmaniah... bukankah sisi ruhaniah juga hidup dan tumbuh? Adakah saat terluang untuk memberi gizi ruhani, menyingkirkan kerak dan karat hati, atau menspooring dan membalancing akal kita agar tetap lurus?
Terlalu banyak urusan memang, pun sekedar untuk survive. Hingga akhirnya kehidupan sekedar memenuhi takdir yaitu berputar atau just mengalir bagai air. Seringkali kita terlupa bahwa ada orang lain disekeliling kita... Laiknya episentrum gempa di mata ajaran geografi dulu, sesungguhnya ada pihak-pihak yang mestinya menerima getaran kehadiran kita. Mulai lingkaran terdekat seperti: ibu dan bapak, isteri, suami, anak, saudara, mertua dan anggota keluarga lainnya. Atau lingkaran yang lebih luas seperti: tetangga, rekan di tempat kerja, atau siapapun yang anda temui di angkutan umum, bahkan di forum dunia maya yang mungkin dalam lingkaran yang tak berbatas.
Saking asyiknya dengan urusan diri kita, hampir-hampir tidak menyadari keberadaan mereka. Hilap bahwa mereka nyata, dan akan senang bila ditegur sapa. Rasanya salam dan senyuman manis lebih dari cukup...! Ketakutan yang teramat sangat... menjadikan kita introvert, seolah-olah keberadaan mereka hanya akan menguras isi kantong kita yang kita perjuangkan siang dan malam. Kenyataan seperti jika ada anggota keluarga yang tidak biasanya datang ke rumah, tiba-tiba nyelonong mampir ke rumah. Kita lalu bertanya-tanya, ada apakah gerangan? Kok, tumben...?
Barangkali, sudah saatnya kita menjadi episentrum di sela-sela waktu yang sempit ini. Waktu terus bergulir, meski rutinitas "membelenggu" kita ada baiknya membagi sedikit waktu untuk mereka. Biarkanlah mereka merasakan resonansi kehadiran kita... mungkin bukan dengan isi kantong kita... atau mungkin bukan dengan kekuatan 7.7 skala Ritcher sehingga berdampak tsunami..., tapi cukuplah dengan tatapan dan senyum kita...!
Be episentrum!
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar