Selamat Datang di Situs Wajit Subang. Ayo Bersilaturahmi Dekatkan Rezeki!

Rabu, 17 Agustus 2011

Windows Shopping ala Pasar Subang

Adakah ingatan tersisa dibenak anda tentang Pasar Subang?

Sudah sekian lama berupaya memanggil ingatan tentang Pasar Subang agar hadir diblog ini... tapi sepertinya RAM sudah sesak dengan task kekinian, sehingga hanya judul dan label tanpa isi saja yang berbulan-bulan mengendap sebagai draft di blog ini... Bertepatan dengan perayaan Kemerdekaan RI ke-66 ini, rasanya ngga salah mencoba flash di kejayaan masa itu... sebagai ikhtiar memaknai kemerdekaan...

Pranata Desa, Pasar Subang kita sebut aja PS adalah kelembagaan sosial dan bisnis yang cukup penting pada masanya. Sebuah keteraturan yang bisa ditemui setiap hari Ahad dan Kamis pagi di setiap pekan. Karena letaknya berada di pusat pemerintahan Kecamatan Subang, tak heran PS menjadi pusat kegiatan ekonomi masyarakat di wilayah ini pada rentang tahun 70-an hingga 90-an. PS square juga menjadi bagian dari keberadaan alun-alun, Mesjid Attaqwa, Balai Desa Subang dan terminal, dengan pohon beringin sebagai landmark-nya. Sebuah rumusan tata ruang yang cukup baku dan lazim di Pulau Jawa.

PS tercatat telah melahirkan para pahlawan yang berjasa "menghidupi" banyak kalangan, sebut saja Mang Pandil yang sigap melayani dengan daging kambing segarnya, Abah Haji Hayam yang setia menjual ayam kampung hidup, Mang Ahwa dengan tahu pikul Ciberung, Bu Haji Atmini dengan sayur dan bumbu dapurnya, Mang Karwa, Toko Sandang, Toko Itikurih, dan lainnya dengan spesialisasi produk dan jasa masing-masing. Mereka adalah wirausahawan lokal terpandang mulai dari kelas lapak gelaran, emperan, sampai ke kelas toko permanen.

Ibarat mall atau pusat perbelanjaan yang kita kenal sekarang, PS juga berfungsi sebagai tempat rendezvous atau bersosialisasi berbagai kalangan, mulai dari anak-anak, remaja, dewasa, paruh baya hingga kakek dan nenek, tumplek blek dihiruk pikuk Ahad dan Kamis pagi. Tentu saja tidak sekedar berbelanja layaknya wanita, para pria yang tergolong berumur pun selalu menyempatkan hadir di PS, untuk tujuan windows shopping, update harga, atau sekedar mencari suasana baru. Dengan busana rapi dan tangan tergantung dibelakang, para pria mencermati barang seputar alat-alat pertanian & pertukangan, seperti cangkul, golok, gergaji, asahan, atau tembakau dan pahpir. Tempat favorit para pria berkumpul berada di seputar lapangan volley di depan mesjid, dimana para pedagang kelas gelaran tumpah ruah sampai disana.

Berbeda dengan para penjual lokal yang berjualan produk harian, produk sandang dan tekstil umumnya didominasi oleh saudagar dari Kecamatan Rancah, Ciamis. Pada petang menjelang hari pasar, mereka berbondong-bondong memikul besek dagangan dari arah Janglapa, lalu menyeberang sungai Cijolang dengan rakit bambu, terus melewati persawahan kampung Bojong, naik perbukitan dan hutan, menyeberangi sungai Cimonte, sampai akhirnya tiba di "hostel" Ma Ukat yang bersebelahan dengan rumah orangtua saya. Ya... kurang lebih menempuh 6-8 km berjalan kaki sambil memikul beban dipundak... sebuah perjuangan yang cukup fantastis...! Karena tidak ada pilihan transportasi kala itu.

Saudagar dari Rancah umumnya relatif alim, tampak taat beribadah. Selepas beristirahat, ritual lainnya diteruskan dengan mandi dan shalat di sebuah musholla sederhana di seberang rumah. Ma Ukat dengan semangat melayani mereka makan dan menyediakan perlengkapan tidur di loteng dan kamar, yang terkadang hanya beralas tikar pandan. Di kegelepan pagi, pada keesokan harinya mereka berangkat ke PS dan menempati blok khusus pakaian dan tekstil yang berada di pelosok utara.

Selepas subuh tatkala hari masih gelap, jalanan dari arah barat mulai ramai oleh para pejalan kaki. Mereka adalah para pedagang dan pembeli yang berasal dari seputar kampung Cikembang, Desa Kutawaringin, Ciberung, bahkan dari Selajambe dan Cantilan, dengan obor baralak
sebagai penerang jalan menembus dingin dan gelapnya pagi. Maka di saat matahari mulai bersinar, tampak berserak sisa obor baralak di tepi-tepi jalan.

Pedagang lain yang berasal dari atas desa adalah pemilik toko emas, toko kaset, pedagang burayak, dan pedagang golok.

Ritual favorit bagi saya adalah mengantar orangtua ke pasar. Berbekal keranjang belanja serta ditemani vespa 150 sprint tahun 70-an menjadi nostalgi yang mengesankan. Selalu terbayang kehangatan dan keramahan orang-orang Subang di sepuluh menit perjalanan. Tegur sapa... berisi sapaan "bade kamana...?" atau "bade borong yeuhh...!" adalah kosa kata yang kerap terdengar... pertanyaan yang tidak perlu jawaban memang... tapi keluguan khas masyarakat pedesaan masih terasa kala itu. Rumus rengkuh, pasemon dan lentong... benar-benar dipakai dalam tata pergaulan...

Begitupun saat tiba di parkiran motor di lapangan volley dekat mesjid, kesibukan sapa menyapa tatkala berpapasan dengan hilir mudik orang-orang, menjadi kegiatan sosialisasi tersendiri... Lima belas menit windows shopping dan rendezvous ala Pasar Subang harus berakhir... vespa harus kembali ke rumah dengan keranjang berisi bayam, wortel, seledri dan daging kambing... membonceng ibu di sadel belakang... lagi-lagi menembus kehangatan dan keramahan sepanjang perjalanan... lalu tiba saatnya menikmati sop kambing bikinan ibu di rumah... ditemani hampas kecap dan tahu Mang Ahwa.

Begitulah, PS telah menjadi bagian penyumbang gizi keluarga dan masyarakat... maka layaklah apresiasi terbaik kepada Mang Ahwa, Mang Pandil dan rekan-rekan di hari kemerdekaan ini... pejuang perekonomian dan gizi Urang Subang...

Dirgahayu Kemerdekaan RI ke-66...!

Rabu, 10 Agustus 2011

The Color of Ramadhan

Bersilaturahmi

Ber'itikaf

Berzakat

Bersedekah

Berdzikir

Sabtu, 06 Agustus 2011

Negeri di Awan

Senja Idul Fitri 1431 H

Senja Idul Fitri 1431 H

Pagi Berkabut Idul Fitri 1431 H